JAKARTA: Bank Indonesia mempertanyakan beberapa substansi dalam undang-undang Mata Uang karena tidak mengatur secara tegas kegiatan usaha yang berkaitan dengan valuta asing.
Difi A. Johansyah, Kepala Biro Humas Bank Indonesia (BI), menyatakan sejumlah pelaku usaha dan perbankan bertanya kepada bank sentral tentang implementasi Undang-Undang Mata Uang terutama pada Pasal 21 dan 23.
“Mereka bertanya bagaimana proses pembayaran maupun produk yang menggunakan valuta asing [valas]. Kami menyatakan tidak bisa menjawab karena itu merupakan merupakan domain dari DPR dan Pemerintah sebagai pembentuk UU,” ujarnya kepada Bisnis hari ini.
Beberapa usaha yang dimaksud a.l. pemberian kredit valas, pasar uang antar bank (PUAB) valas, penerbitan obligasi baik senior maupun subordinasi valas, jual beli surat berharga valas dan produk keuangan seperti unit-linked dan bancassurance valas.
Dalam Pasal 21 UU Mata Uang disebutkan Rupiah wajib digunakan untuk setiap transaksi di seluruh wilayah Indonesia. Aturan tersebut dikecualikan untuk transaksi APBN, penerimaan atau pemberian hibah luar negeri, perdagangan dan pembiayaan internasional, dan simpanan di bank dalam bentuk valas.
Adapun Pasal 23 mengatur larangan menolak menerima Rupiah sebagai alat pembayaran di seluruh Indonesia. Aturan tersebut dikecualikan untuk pembayaran kewajiban valuta asing yang telah diperjanjikan secara tertulis.
Melihat cakupan kedua pasal tersebut, maka UU Mata uang tidak mengatur beberapa layanan perbankan yang menggunakan valas, seperti pemberian kredit, PUAB dan penerbitan obligasi. Penjelasan UU tersebut juga tidak mengatur rinci apa yang dikecualikan dalam pembayaran menggunakan Rupiah.
Berdasarkan ketidakjelasan tersebut, lanjut Difi, bank sentral lalu bertanya kepada pemerintah maupun DPR. “Apakah sejumlah produk valas itu perbolehkan atau dilarang, karena hal tersebut tidak diatur tegas dalam UU Mata Uang,” ujarnya.
Harry Azhar Azis, Wakil Ketua Komisi XI DPR RI sekaligus mantan Wakil Ketua Panita Kerja RUU Mata Uang, menyatakan belum mengetahui tentang pertanyaan bank sentral tersebut.